Monday, November 30, 2015

Korban Pengeroyokan Satpam Ponpes di Jombang Ternyata Pemain Persis Solo

SURYA.co.id | JOMBANG - Qoiron Sandy Tyas (20), pemuda asal Desa Gadingmangu, Kecamatan Perak, Jombang, korban pengeroyokan tiga satpam ponpes setempat yang juga tetangga sendiri, ternyata pemain sepakbola profesional.
Meski sekarang tidak sedang berkompetisi akibat dibekukannya PSSI oleh Kemenpora, Sandy sampai saat ini masih tercacat sebagai pemain di Persis Solo, sebuah klub Divisi Utama PSSI.
Rahmat Sugianto, kakak Qoiron Sandy, menjelaskan, sebelum memperkuat Persis Solo adiknya menjadi pemain di Persik Kediri U-21.
“Saat ini vakum karena tidak ada kompetisi. Sudah berada di Jombang sejak empat bulan ini,” katanya, Minggu (29/11/2015).
Karena vakumnya kompetisi itu, Sandy jadi lebih banyak menganggur di rumah.
“Saya juga tidak tahu kenapa Sandy dituduh mengonsumsi narkoba oleh beberapa tetangga. Padahal dia anak baik-baik. Tidak mungkinlah pemain sepak bola profesional akan berani melakukan itu,” lanjutnya.
Saat keributan terjadi, Rahmat mengaku sedang di rumah bersama Sandy.


“Saat malam itu memang ada orang datang ke rumah. Mereka menuduh Sandy mengonsumsi narkoba, wajar kalau keluarga jadi emosi,” imbuhnya.
Kepastian Qoiron Sandy Tyas adalah pemain sepakbola, dibenarkan Heri Isranto, salah seorang pengurus klub Persis Solo.
Heri menyatakan, Qoiron masih jadi bagian skuad tim asal Kota Bengawan ini.
“Masih berstatus pemain Persis. Tapi saat ini tidak ada ikatan kontrak. Karena memang kompetisi belum bergulir,” katanya kepada wartawan melalui sambungan telepon.
Bahkan, saat bertanding di Karanganyar belum lama ini, Qoiron juga memperkuat tim Persis Solo.
Peristiwa ini terjadi saat sekelompok pemuda menyerang tiga orang remaja di Dusun Gadingmangu, Kecamatan Perak, Jumat (27/11/2015) malam.
Akibatnya, ketiga remaja tersebut mengalami luka serius di kepala.

Massa juga merusak dua rumah dan sebuah bengkel motor milik warga setempat.
Ketiga korban, Qoiron Sandy Tyas (20), Alfian Ilyas (20) dan Reza Eliandani (19), warga setempat.
Untungnya, kemarahan massa yang diduga berasal dari salah satu pondok pesantren (ponpes) setempat, berhasil diredam polisi.
Ketiga korban dilarikan ke RSUD Jombang untuk mendapatkan perawatan. Kasus ini kini dalam pengusutan polisi.

Sunday, November 29, 2015

Satu Abad Empat Bulan - Cak Jahlun


Ketika Cak Jahlun masih berstatus sebagai santri baru, menjelang lebaran semua santri diperkenankan pulang kampung, termasuk Cak Jahlun.
Sesampainya di rumah, teman-teman Cak Jahlun mengerumuninya. Mereka ingin tahu kabarnya selama di pondok. Mereka juga ingin tahu sejauh mana peningkatan pengetahuannya.
Temannya: “ Lun, tahukah kamu berapa kira-kira usia pondokmu?”
Cak Jahlun: “Sampai sekarang usianya satu abad lebih empat bulan.”
Temannya: “Gimana kok kamu bisa tahu persis usia pondokmu?”
Cak Jahlun: “Iya, karena saat aku baru mondok di sana, Pak Kiai bilang bahwa usia pondok sudah satu abad. Dan sekarang aku sudah empat bulan di sini. Jadi, umurnya sekarang satu abad lebih empat bulan.” []
sumber : tebuireng.org

Salah Ambil - Cak Jahlun


Masa-masa awal mondok adalah masa-masa sulit bagi santri baru. Karena pikiran mereka masih terbagi antara kehidupan di pondok dan ingatan di rumah. Oleh sebab itu, banyak para orang tua yang menitipkan anaknya di pondok kepada kakak pembina atau santri senior yang ada di kamar atau asrama.
Tak ketinggalan tokoh kita, Cak Jahlun, mendapatkan titipan dari Pak Sobrun, orang tua Paijo, agar membimbing anaknya selama di pondok. Amanat ini langsung diterima oleh Cak Jahlun dengan senang hati. Bukan karena teringat nasehat kyai pada kuliah shubuh kemarin “Setiap santri senior harus membimbing adik-adiknya di kamar dengan baik,” namun karena ada pikiran jahiliah yang menghinggapinya. “Wah kalau lihat penampilannya yang necis, pasti orang kaya dan salam tempelnya gede nih.” Pikirnya.
Waktu yang ditunggu-tunggupun akhirnya tiba. Pada saat orang tua Paijo akan pamitan pulang. Cak Jahlunpun nempel kayak prangko. Pak Sobrun merogoh saku celananya dan mengambil kertas berwarna kemerah-merahan seukuran uang dan menyerahkan kepada Cak Jahlun sambari bersalaman pamitan. Namun bukan Cak Jahlun namanya kalau tidak sok emoh-emoh, padahal di dalam hatinya sudah berbunga-bunga “Warna merah, pasti dapat seratus ribuan nih.!” Tanpa babibu lagi Cak Jahlun cepat-cepat memasukkannya ke dalam saku bajunya, malu takut ketauan orang. Sesampainya di kamar ia penasaran dengan salam tempel yang diberikan Pak Sobrun tadi. Maka dirogohnya kertas seukuran uang tersebut. Alangkah kagetnya ia ketika dilihatnya carikan kertas tersebut bukan uang seratus ribuan, melainkan karcis bis antar kota yang telah mengantarkan Pak Sobrun sampai ke pondok. “Walaah, Apes aku” ujarnya sambil memukul kepalanya. []

sumber : tebuireng.org

Muntaber - Cak Jahlun



Cak Jahlun merasa menderita muntaber dan hari itu ia mendatangi Klinik Pesantren.
Dokter bertanya, “Keluhannya apa Cak?”
“Anu dok, mual-mual dan muntah-muntah,” jawab Cak Jahlun sambil meringis dan memegangi perutnya.
“Buang air besarnya bagaimana?” tanya dokter lagi.
“Seperti biasa dok, Jongkok.” []

Lasykar Jamaah - Cak Jahlun

Suatu hari Cak Jahlun menjadi Lasykar Jamaah. Tugasnya adalah mengatur barisan sholat berjamaah, menegur santri yang tidur ketika wiridan, dan memberikan sanksi bagi santri yang telat dan tidak berbaju putih. Ketika sedang menjalankan tugasnya, mata Cak Jahlun tertuju pada santri yang berbaju kotak-kotak di tengah masjid. Dihampirinya santri tersebut. Dengan suara agak dibuat lebih garang ia berkata: “Hei ayo berdiri..” namun si santri yang dituju tidak bergeming dari tempat duduknya. Sekali lagi Cak Jahlun berkata: “Hei kamu yang berbaju kotak-kotak cepet berdiri..” Lagi-lagi ucapan Cak Jahlun tidak dihiraukan. Tampaknya si santri yang dituju tampak khusyuk wiridan. Melihat hal itu Cak Jahlun menjadi agak emosi. Dijewernya si santri berbaju kotak tersebut dan menariknya hingga berdiri. Setelah si santri tersebut berdiri alangkah kagetnya Cak Jahlun ternyata si santri tersebut postur tubuhnya lebih tinggi darinya. Belum hilang kaget Cak Jahlun, tiba-tiba tulang sendi Cak Jahlun menjadi kaku karena ternyata si santri yang ia jewer dan berdiri di hadapannya itu tak lain gurunya sendiri, USTAD HALIM…….. (F@R)

sumber : Tebuireng.org

Pernyataan Gus Mus - Ahmad Mustofa Bisri pada anaknya yang terpilih menjadi Ketum GP Anshor

Ahmad Mustofa Bisri menambahkan 2 foto baru — bersama Yaqut Cholil Qoumas II dan 9 lainnya.
19 jam ·



Mendengar berita anakku Yaqut Cholil Qoumas terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor, akankah aku mengucapkan 'Selamat!' atau 'Belasungkawa'? Soalnya aku selalu melihat jabatan dan kedudukan lebih sebagai cobaan katimbang nikmat. Jabatan dan kedudukan merupakan amanah dan tanggungjawab. Bukan anugerah yang patut diharap-harap.

Sebaiknya aku mengingat-sarankan saja kepada Tutut --nama sayang Yaqut-- untuk:
1. Seiring dengan niatnya akan memprioritaskan pengkaderan, menganggap 'jabatan'nya di kepemimpinan Ansor ini sebagai juga pengkaderan bagi dirinya pribadi untuk menjadi Pemimpin dengan P besar.
2. Menjadikan kepemimpinan Rasulullah SAW sebagai contoh. Alkhairu kulluhu fittibãir Rasül SAW. Rasulullah SAW adalah pemimpin yang menyintai dan dicintai umatnya. Pemimpin yang ikhlas melayani umat yang dipimpinnya dan mendahulukan kepentingan mereka dari pada kepentingan dirinya sendiri. Pemimpin yang mengarahkan, bukan menyesat-nyesatkan. Pemimpin yang ditaati karena dicintai, bukan karena ditakuti.
3. Memikirkan dan mengupayakan agar Ansor dan warganya bisa benar-benar mandiri. Selain dirinya, hanya mengandalkan Allah SWT.
4. Pertahankan keyakinan dan ajaran sesepuh dalam hal: berIslam ala Ahlis Sunnah wal Jamaah dan pemahaman Islam Rahmatan lil 'Ãlamïn serta berIndonesia dengan cerdas, santun, dan arif.
5. Tidak pernah lupa memohon pertolongan Allah dalam setiap upaya dan langkah.

Semoga Allah selalu memberi bimbingan, taufiq dan hidayahNya.

Thursday, November 26, 2015

Wanita Ini Tak Pernah disentuh Lelaki, Saat disuruh Salim Kepada Suaminya Sesuatu Yang Lucupun Terjadi

Wanita ini tak pernah disentuh lelaki, saat disuruh salim suaminya sesuatu yang lucu terjadi

MASYA ALLAH..!! Sungguh beruntung lelaki yang menjadi suaminya..

Betapa tidak, di jaman sekarang ini, wanita ini berhasil menjaga "kehormatan" dirinya sesuai dengan yang diperintahkan Allah SWT terhadap seluruh wanita, khususnya para muslimah.



Dan sesungguhnya muslimah yang shalihah adalah sebaik-baik perhiasan dunia, seperti hadist Nabi :


الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ
“Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita yang shalihah.”
(HR. Muslim)

Menjadi wanita muslimah yang beriman kepada Allah tentu tidak mudah,karena banyak sekali godaan-godan dalam mencapainya. Apalagi di jaman sekarang ini. Namun, ternyata kita masih dapat menemukan wanita shalihah di negara ini, masya Allah...

Seperti kisah berikut ini. Sebuah kisah yang kami ambil dari akun facebook, semoga kisah ini dapat memberikan motivasi ke muslimah-muslimah lainnya...



Wkwk sweet bnget..
Sangking si mempelai wanita gak pernah di sentuh lelaki sama sekali, di suruh salim sama suaminya aja dia gak berani, sampai2 dia di paksa sama tante nya.. Hihi si suami lagsung tepok jidat sambl ketawa dan orang-orang disitu pun ikut tertawa hahaha

MasyaAllah bnget ya :")
Itulah istri idaman. Yg senantiasa menjaga diri nya hanya untuk mahram nya saja, wkwk walaupun sama mahram nya saja dia gak berani di sentuh. Seorang muslimah yg luar biasa. Semoga ia termasuk bidadari2 syurga Aamiin ya..robbbal alamin

Masya Allah.. dari kisah di atas terlihat bahwa wanita tersebut sangat menjaga "kehormatan" dirinya. Bahkan karena terbiasa menjaga dirinya dari yang bukan mahramnya, dirinya terbawa sikap yang sama terhadap lelaki yang sudah jelas menjadi suaminya alias mahramnya.

Lalu, lelaki muslim mana yang tidak menginginkan wanita muslimah shalihah seperti kisah dia atas?

Perhiasan Seorang Wanita Adalah Rasa Malunya

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

وَمَا كَانَ الحَيَاءُ فِي شَيْءٍ إِلَّا زَانَهُ

“Dan tidaklah rasa malu berada pada sesuatu, kecuali rasa malu akan menghiasinya” (HR. Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al-Albani)

Bagi Anda wanita-wanita yang merasa jauh seperti itu, maka mulailah dari sekarang, TANAMKAN RASA MALU.

Malu jika memandang yang bukan mahram,
Malu jika mengidolakan laki-laki konsumsi publik yang kelak membuat Anda kurang tertarik kepada suami Anda, karena barometer idola Anda laki-laki yang tampannya di atas rata-rata, kosmetiknya (kayak cewek aja) berlabelkan harga jutaan, vitaminnya bukan vitamin pasaran, sedangkan Anda punya suami yang biasa saja dari segi penampilan, cukup dari segi penghasilan.

Malu jika berinteraksi dengan bukan mahram,
Malu jika keluar rumah,
Malu jika hijabmu menjadi pusat perhatian (karena warna-warninya yang nyentrik), atau membentuk lekuk karena ketatnya ukuran yang digunakan,
Malu jika berhenti melakukan semua itu terus-menerus…
Malu kepada Allah karena dengan Islam wanita yang di zaman jahiliyah dihinakan, lalu dimuliakan kembali, eh lantas Anda malah memilih tampil seperti wanita jahiliyah di zaman dulu…

Ya ya… berhenti ya, malu lah…Semoga bisa ngambil hikmahnya

Tuesday, November 24, 2015

Tips Menanak atau Memasak Nasi agar Wangi Harum dan Kenyal









Pethy menambahkan 4 foto baru.
20 Oktober · 


1. Saat masak nasi, tambahkan sedikit garam, dan minyak
    masak, itu akan membuat nasi menjadi kenyal
2. Teteskan sedikti cuka di dalam air, dan hasil dari nasi yang
    di masak akan menjadi wangi.
3. Sisa nasi dikukus sekali lagi dan taburkan sedikit garam,
   akan membuat rasa nasi seperti nasi baru.

Tips Membuat Nasi

1. Cuci beras: cuci beras tidak boleh melebihi 3 kali, karena
    melebihi 3 kali akan membuat serat dalam beras hilang, dan
   akan membuat wangi dari beras berkurang. Ingat jangan cuci
   beras melebihi 3 kali.
2. Rendam Beras: rendam dulu beras yang ingin dimasak
   dengan air dingin selama 1 jam. Dengan begini beras akan
   menyerap air, dan setelah dimasak, nasi akan kelihatan sangat
   penuh.
3. Perbandingan Beras dan Air: ketika di masak, perbandingan
   beras dan air adalah 1:12. Bisa juga dengan jari telunjuk kita
   sebagai tolak ukurnya, asalkan air sampai kubu pertama dari
   jari telunjuk kita saja sudah cukup.
4. Tambah Wangi: kalau beras di rumah adalah beras yang
   sudah sangat lama, jangan khawatir, beras lama setelah
   dikukus akan tetap memiliki aroma yang sama dengan nasi
   baru. Dengan 3 cara di atas, menambahkan sedikit garam,
   maka beras lama pun akan menjadi nasi yang aromanya tidak
   kalah dengan beras baru.
 
Sekarang, jangan tunggu lagi, langsunglah mencoba. Setelah
  selesai, nasi yang lezat pun siap dihidangkan.

Wednesday, November 18, 2015

Menag: Pesantren Bukan Sarang Terorisme



Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menolak jika pesantren dikatakan sebagai sarang terorisme. Menurut dia, institusi pendidikan Islam itu justru mengajarkan toleransi di tengah keberagaman.

"Saya pikir tidak. Pesantren itu selalu memiliki ciri utama keberagaman. Keberagaman itu mencirikan tiga hal dimanapun pesantren itu ada," katanya di Jakarta, Selasa (17/11).

Luman menjelaskan, tiga keberagaman dalam pesantren adalah selalu mengajarkan nilai-nilai Islam yang moderat dan pesantren tidak mengajarkan nilai-nilai ekstrem. Yang terakhir, pesantren mengajarkan tentang cinta Tanah Air.

"Jadi kalau ada orang yang menyatakan lembaga pendidikan pesantren itu mengajarkan nilai-nilai ekstrem, itu bukan pesantren. Itu sekedar mengatasnamakan pesantren, jadi bukan pesantren yang salah, tapi mereka yang mengatasnamakan itulah yang salah," katanya.

Sebelumnya, Politikus PDI Perjuangan yang juga Direktur Eksekutif Megawati Institute, Siti Musdah Mulia, menuding sekolah Islam sebagai penyebab munculnya terorisme di Indonesia. Musdah pun menyarankan agar sekolah Islam, termasuk pesantren, untuk dikurangi.

Lukaman mengatakan pernyataan Musdah itu kebalikan dari pesantren. Sebab, pesantren tidak mengajarkan ekstremitas, tapi justru selalu tumbuh dengan rendah hati.

Sejatinya, pesantren adalah lembaga yang mengajarkan nilai-nilai serta tidak mengklaim kebenaran itu hanya miliknya. Toleransi di dalam pondok pesantren dibangun secara luar biasa. "Pesantren itu pasti cinta Tanah Air," kata dia.

Lukman menegaskan, masyarakat sendiri bisa menilai sebuah lembaga pendidikan Islam itu disebut sebagai pesantren atau tidak dengan melihat sepak terjang institusi tersebut. "Masyarakat sendiri yang akan menilai mana pesantren yang betul-betul pesantren dan mana yang hanya mengatasnamakan pesantren saja," katanya.

Sumber : http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/15/11/17/nxyl2m361-menag-pesantren-bukan-sarang-terorisme

Gus Reza : Mencederai ahlussunnah wal jamaah, Radikalisme Agama Kita Tolak

Gerakan radikalisme dan terorisme semakin marak di Indonesia. Diberbagai belahan dunia terjadi kekerasan berkedok agama. Tidak bisa dipungkiri juga yang terjadi paling hangat dan tak habis-habis di sorot media international adalah radikalisasi agama di dunia islam. Sekarang aliran tersebut sudah masuk menyelundup bahkan terang-terangan di jantung NKRI. Pesantren sebagai lembaga pendidikan islam paling tua dan menjadi pemegang panggung pendidikan islam di Indonesia bagaimanakah perannya dalam membendung radikalisasi yang sedang mengancam negara Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berikut wawancara Abror, wartawan TebuirengOnline dengan Ketua PW Rabithoh Ma’ahidil Islamiyah Jawa Timur, H. Reza Ahmad Zahid:

Menurut anda seberapa jauh pengaruh dari masuknya aliran radikalberkedok agama itu menghantui rakyat Indonesia khususnya kaum NU dan Pesantren?

Lebih tepatnya berpotensi untuk merusak ajaran leluhur kita, mencederai ajaran ahlus sunnah wal jama’ah, merusak citra islam itu sendiri dan member pengaruh negatif bagi generasi bangsa. Selain itu juga  mengganggu stabilitas rakyat, merobohkan NKRI dan melanggar Pancasila UUD 19945.

Apa yang sedang terjadi di dunia Islam misalkan dengan fenomena aliran radikal seperti ISIS dan teman-temannya itu dan apa faktor-faktor yang  mempengaruhi radikalisasi tersebut?

 Dari sisi sosial dunia sedang mengalami krisis kepercayaan antar sesama dan krisis toleransi. Dari sisi agama, dunia sedang mengalami pendangkalan makna dan  faham syari’at agama islam. Dari sisi politik dunia sedang mengalami hegemoni negara-negara besar terhadap negara-negara yang hendak berkembang. Dari sisi ekonomi ada kesenjangan pemberdayaan ekonomi di negara-negara yang mayoritas muslim.

Peta pergerakan aliran radikal di Indonesia sebenarnya seperti apa?

Peta pergerakan yang mereka lakukan adalah memberi materi radikalisme dan terorisme ke pelajar-pelajar dan masyarakat secara umum. Melakukan pencucian otak kepada kamu muda. Menanamkan prinsip paling benar sendiri dan berbeda adalah salah bahkan kafir.

Dalam pesantren sendiri, sejauh mana pengaruh aliran-aliran tersebut masuk ke jantung pesantren?

 Pesantren yang berbasis aswaja an-Nahdhiyah insyaallah tidak terpesona dengan organisasi yang mengajak kepada gerakan teror dan radika. Kalau toh memang ditemukan pesantren yang mengikuti faham radikalisme dan terorisme, maka berarti itu bukan pesantren  yang berfaham Ahlus Sunnah wal Jama’ah an-Nahdliyah.

 Apa peran pesantren dan Rabithah Ma’ahidil Isamiyyah(RMI) dalam membendung radikalisasi agama yang bahayanya tingkat akut itu?

 Menginformasikan tentang gerakan terorisme dan radikaisme yang berkembang baik di dunia internationa atau di Indonesia. Kita juga membuat pernyataan sikap bersama menolak gerakan tersebut.  Membuat konsep dan stategi bersama membentengi pesantren Indonesia dari faham yang merusak keutuhan NKRI, Aswaja, dan islam,yang rahmatan lil ‘alamin.

Dengan usaha yang demikian capaian-capaian yang sudah terrealisasikan dan prospek kedepan bagaimana? Adakah kerjasama dengan pemerintah dan masyarakat? Kalau ada dalam bentuk apa Gus?

 Kita sudah melakukan kerjasama dengan pesantren-pesantren, PP RMI dan Badan Nasional Penangguangan Terorisme (BNPT).  Kita sudah melakukan pernyataan sikap bersama untuk penanggulangan terorisme dan radikalisme, membuat konsep dan strategi penanggulangan, dan yang paling terpenting kebersamaan dan persatuan pesantren dalam menyikapi gerakan radikalisme dan terorisme.

Bagaimana pesantren seharusnya merespon dalam soal radikalisme ini?

 Merupakan tugas kita semua mempertahankan pondok pesantren sebagai tradisi para leluhur penyebar agama islam di Indonesia. Pesantren perlu berposisi sebagai pengayom masyarakat dengan membumikan paham ahlus sunnah wal jama’ah. Kita bersama menolak dan memerangi paham radikalisme dan terorisme serta membentengi NKRI, Pancasila, dan UUD

’45

sumber : www.tebuireng.org

Wartawan Senior Tempo Beri Motivasi Penulis Muda Tebuireng

Tebuireng.org— Tak banyak media era 60/70-an yang bertahan hingga sekarang. Tekanan pemerintah saat itu, yang masih membatasi gerak ruang media dan pers sebagai tonggak opini publik, turut membuat media-media tersebut, pasang surut, bahkan gulung tikar, paling buruk diberendel. Majalah Tempo salah satu yang tetap bertahan, dan satu-satunya yang tidak berafiliasi dengan pemerintah. Wartawan Senior Tempo, Pak Yasin, berkunjung ke Tebuireng, untuk bercerita dan memberikan motivasi kepada para penulis muda di Kantor Unit Penerbitan Pesantren Tebuireng (UPPT), pagi tadi (17/11/2015).

Pak Yasin yang merupakan Alumni Pesantren Tebuireng era 60-an tersebut menceritakan pengalamannya dari nyantri di Tebuireng hingga menjadi wartawan di berbagai media nasional. Sahabat sebangku putra KH. Abdul Kholik Hasyim, Gus Hakam, tersebut mengaku terjun di dunia jurnalistik karena kebetulan. “Saya sebetulnya jadi wartawan karena by accident,” ceritanya. Pertama bekerja sebagai wartawan, Pak Yasin berlabuh ke koran NU, Duta Masyarakat. Ia menjadi kontributor untuk wilayah kediri dan sekitarnya.

Sebelum di Tempo ia melanjutkan pengembaraan medianya di Harian KAMI, bersama Goenawan Mohamad, pelopor jurnalisme sastrawi Indonesia. Setelah beberapa tahun bekerja di KAMI, Yasin muda melanjutkan karir kewartawanannya di Majalah Tempo bersama beberapa beberapa maestro lainnya, seperti Goenawan Mohamad, Fikri Jufri, Cristianto Wibisono, dan Usamah.

Genre Tempo yang serius dan berat, membuatnya mulai bosan. Akhirnya ia mendirikan Harian Djajakarta dibantu pemerintah DKI Jakarta yang beraliran santai dan lifestylis. Ia memandang, media-media saat itu hampir semua beraliran seperti Tempo, sehingga perlu untuk diadakan penyegaran. Selain itu, pria yang mengaku dekat dengan Gus Dur tersebut, mengatakan bahwa ada perbedaan mencolok antara media sebelum dan sesudah tahun ’85.

Sebelum tahun ’85 media berafiliasi dengan pemerintah, sehingga segala kebutuhan ditanggung pemerintah. Hal ini sebagai bentuk penekanan dan pembatasan pemerintah terhadap kebebasan pers. Sebelum terbit, sebuah media harus mendapatkan surat izin terbit terlebih dahulu dari pemerintah. Tempo yang terkenal tajam, tak mau menuruti, dan terus melakukan kritikan-kritikan menohok, hingga tahun 1982, majalah besar tersebut dibrendel pertama kalinya oleh rezim Soeharto.

Pasca ’85, lanjutnya, media sudah menjadi organisasi komersil dan diswastakan. Kebebasan pers semakin longgar dan lari semakin jauh dari kungkungan pemerintah. Apalagi, pasca reformasi, media sudah menemukan singgasananya yang pas. Namun, ia sekarang mengkritik Tempo yang menurutnya sudah sedikit bergeser orientasinya. “Dulu tempo memang sangat memperhatikan proses tabayun isu-isu yang diangkat, sekarang Tempo malah membenturkannya,” terangnya. Baginya, tabayun atau klarifikasi adalah proses yang tidak bisa ditawar oleh sebuah media.

Pria 72 tahun tersebut, bercerita, motivasinya untuk menjadi wartawan adalah sebuah ayat yang pernah disampaikan oleh gurunya di Tebuireng semasa menempa diri dahulu. “Idza ja’akum fasiqun binaba’in fatabayyanu …(Jika datang kepadamu orang fasiq menyebarkan isu-isu fitnah, maka klarifikasilah isu tersebut!),” katanya mencuplik ayat tersebut. Di depan para penulis muda Tebuireng yang tergabung dalam Sanggar Kepoedang, ia berharap para penulis dan jurnalis pesantren belajar keras dan menempa diri di dunia jurnalistik, sehingga kelak menjadi insan media yang menjunjung tinggi tabayun. (abror)

sumber : www.tebuireng.org

Bersumpah dan Berjihad oleh K.H. Salahuddin Wahid

Oleh Dr. Ir. KH. Salahuddin Wahid, Pengasuh Pesantren Tebuireng

Dari daftar peserta Kongres Pemuda II Oktober 1928, tidak banyak tokoh asal pesantren. Tidak berarti saat itu para santri dan ulama tidak merasakan semangat Sumpah Pemuda. Mereka tidak banyak hasil karena belum banyak bergaul dengan pemuda-pemudi lain yang mengambil pendidikan non-pesantren, yang memprakarsai kongres.

Kalangan pesantren mulai banyak terlibat dalam pergerakan kemerdekaan secara nasional saat pembentukan MIAI, Lasykar Hisbullah, BPUPKI, dan PPKI. Peran pesantren betul-betul berarti saat dicetuskannya Resolusi Jihad oleh para ulama Nahdlatul Ulama di bawah pimpinan KH. M. Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945. Resolusi itu memicu semangat pemuda Jawa Timur untuk membantu TNI melawan tentara Sekutu. Peran ini hampir terkubur akibat pengabaian para penulis buku sejarah, bahkan seorang guru besar ilmu sejarah di Surabaya, akhir 2011, mengatakan bahwa Resolusi Jihad adalah legenda, bukan fakta sejarah.

Saya meminta guru-guru sejarah di sekolah/madrasah Pesantren Tebuireng untuk mencari arsip koran yang terbit akhir Oktober 1945, karena Resolusi Jihad difatwakan 22 Oktober 1945, maka Resolusi Jihad adalah fakta sejarah. Kalau berita itu tidak ada, maka itu adalah legenda.

Mereka mencari di Perpustakaan Nasional dan Universitas Leiden. Dalam waktu singkat sudah ada kepastian adanya berita tentang Resolusi Jihad di koran yang terbit akhir Oktober 1945. Kami lalu menulis buku tentang proses terwujudnya Resolusi Jihad, yang terbit 2013.

Film Sang Kyai (2013) menginformasikan pada masyarakat luas tentang peran para ulama dan santri dalam perjuangan kemerdekaan. Hari Santri adalah bentuk penghargaan pemerintah terhadap sumbangsih pesantren kepada bangsa, baik dalam perjuangan fisik maupun pendidikan. Pesantren adalah lembaga pendidikan tertua yang mencerdaskan bangsa jauh sebelum berdirinya sekolah Belanda (1840-an). Akan lebih baik apabila penghargaan itu disertai upaya peningkatan mutu pesantren yang selama ini terabaikan.

Memang pada 1945 masih ada sedikit perbedaan antara konsep bangsa dan negara menurut kalangan pesantren dan kelompok Islam dengan konsep menurut kelompok Pancasila, tetapi itu tidak mengurangi makna kebangsaan. Kita bersyukur bahwa partai dan ormas Islam telah menerima Pancasila sekitar 30 tahun lalu, walau kini muncul kembali kelompok yang ingin mendirikan negara berdasarkan Islam.

Reaktualisasi

Jihad saat ini semangatnya sama dengan jihad tahun 1945, tetapi wujudnya berbeda. Kalau dulu berperang melawan panjajah, kini berperang melawan diri sendiri, berjuang memperbaiki akhlak kita, berjuang melawan penjajahan dalam bentuk lain, yaitu kebodohan, penjajahan ekonomi, dan ketidakadilan sosial, supaya bisa meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Dalam mereaktualisasi Sumpah Pemuda, perlu disadari bahwa mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia, mengandung makna bahwa tanah yang satu itu harus dimanfaatkan untuk seluruh rakyat Indonesia bukan segelintir pengusaha yang menguasai tanah jutaan hektar. Juga mengandung makna bahwa tanah yang satu kita rawat supaya jangan menyengsarakan rakyat, seperti kebakaran hutan.

Mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia, mengandung makna bahwa bangsa Indonesia harus mempunyai nasib yang sama, harus terpenuhi kebutuhan dasar mereka, sesuai amanah UUD. Bebas dari diskriminasi dan bebas dari kemiskinan.

Dengan memegang teguh Sumpah Pemuda, terutama oleh para pemimpin di semua tingkatan, kita akan mampu mewujudkan Pancasila, Sehingga tidak ada lagi yang mengatakan negara Pancasila ternyata gagal.

Saat itu, Sumpah Pemuda yang ketiga adalah Sumpah Pemuda yang paling mampu kita jalani, walaupun ada sejumah cacatan. Bahasa Indonesia amat menentukan pembentukan dan perkembangan kehidupan bangsa Indonesia. Membaca naskah Pembukaan UUD 1945 dan batang tubuhnya, kita menyaksikan bahwa Bahasa Indonesia telah berhasil menjadi bahasa resmi kenegaraan dalam merumuskan cita-cita kemerdekaan dan aturan-aturan dasar kehidupan negara Indonesia.

Bahasa Indonesia telah berjasa membentuk jiwa kebangsaan rakyat Indonesia dan mencerdaskan anak bangsa. Bahasa Indonesia berhasil menjadi media bagi Bung Karno dan kawan-kawan untuk meyampaikan pesan politik kepada rakyat.

Bahasa Indonesia telah berhasil menjadi bahasa komunikasi sehari-hari, menjadi bahasa kebudayaan, dan menjadi media bagi ribuan penyair dalam mengungkapkan perasaan mereka. Beberapa diantaranya mencapai tingkat internasional, seperti Chairil Anwar, Amir Hamzah, Rendra, Tufik Ismail, Zawawi Imron, dan Sapardi Djoko Damono.

Juga berhasil menjadi sarana bagi sastrawan dalam menulis karya-karya mereka termasuk mereka yang di dunia internasional, seperti Pramodoedya Ananta Toer, Muchtar Lubis, Romo Mangun, Ahmad Tohari. Juga bagi generasi masa kini, seperti Laksmi Pamunjak, Andrea Hirata, Habiburrahman, Dee Lestari, Eka Kurniawan.

Bahasa Indonesia juga menjadi media ekspresi WR Supratman, Ismail Marzuki, Alfred Simanjuntak, Koes Bersaudara, Ebiet G Ade, Gombloh, mengungkapkan kecintaannya pada Tanah Air.

Bahasa Indonesia telah dipelajari di 45 negara dan ada rekomendasi Kongres Bahasa Indonesia untuk menjadikannya bahasa ASEAN. Cita-cita mulia itu membutuhkan banyak persyaratan, termasuk merawat Bahasa Indonesia dengan baik. Itu perlu dilakukan dalam bentuk pengajaran yang baik di sekolah, dan juga dalam penggunaan sehari-hari oleh masyarakat.

Banyak pemimpin yang suka menggunakan kata asing, padahal kata padanan dalam bahasa Indonesia mudah dicari. Kita juga menyaksikan fakta bahwa bahasa asing, terutama Bahasa Inggris, sudah diajarkan sejak di sekolah dasar. Untuk itu, keluarga perlu membiasakan anak berbahasa Indonesia dengan baik di rumah.  

*Tulisan ini dimuat di Harian Kompas, Sabtu (14/11/2015) hal: 7

Tuesday, November 17, 2015

Nasehat Hadratusyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari (II) “Perpecahan Tak Memberi Keuntungan”

Perpecahan seringkali menguras energi dan waktu. Amat bahaya jika sebuah perpecahan tak disudahi. Kalaupun menang menimbulkan ketidakpuasan. Kalaupun kalah akan terus mengibarkan bendera ketidakpercayaan. Duduk bersama dan meninggalkan rasa keegoisan masing-masing sepertinya kini menjadi barang mahal. Saling ketidakpercayaan lantas terjadi antar sesamanya. Tentunya, amat membahayakan semuanya, bukan? Kekuasaan, kekaayaan, populeritas, dan lain sebagainya merupakan titipan Tuhan yang sewaktu-waktu bisa dicabut kapan saja. Terbukti, sudah sedari dulu perpecahan hanya membawa ke arah keburukan dan kemunduran.

Jauh-jauh hari, Hadratusyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari memberikan nasehat bijaknya kepada para pengikutnya, civitas pesantren, utamanya masyarakat Indonesia. Tepatnya, saat menyambut proklamasi 17 Agustus 1945. “Kami Ingatkan saudara-saudara sekalian akan kata-kata Sayyidinia Ali Karromallahu wajhahu; Innallaha lam yu’ti ahadan bil firqati khoiron laa minal akhirin.” Allah tidak akan pernah memberikan keuntungan dan kemuliaan kepada siapapun melalui perpecahan, tidak kepada umat terdahulu maupun kepada generasi yang terakhir.

Betapa nasehat beliau ini, kini masih relevan untuk diamalkan kembali dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Rasa ketidakpuasan selalu muncul dalam diri manusia. Rasa ingin menang-menangan dan merasa paling suprioritas seakan sering muncul. Jika itu terus di pelihara, sudah pasti umat Islam Indonesia kedepan susah di satukan.(Ahmad Faozan/ disarikan dari: Buku “Kiyai Haji Hasyim Asy’ari”, karya Heru Soekardi, cet. Department Pendidikan Dan Kebudayaan, Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya Proyek Inventaris dan Dokumentasi 1977/1920)

Monday, November 16, 2015

Cak Jahlun Episode : Mau Nikah

Suatu pagi Cak Badrun dan Cak Jahlun menghadap ke dalem kasepuhan. mereka bermaksud menemui Kyai Sepuh. Kyai sepuh mempersilahkan mereka dan bertanya tentang maksud dan tujuannya.
Kyai Sepuh  : “Ada perlu apa kalian kemari?”
Cak Badrun  : “Saya mau pamit boyong kyai”
Kyai Sepuh  : “Oh iya, kenapa?”
Cak Badrun  : “Saya mau nikah”
Kyai Sepuh  : “Alhamdulillah… Kapan?”
Cak Badrun  : “Tanggal 15 Pebruari, 4 Ba’do mulud hari Jumat kyai”
Kyai Sepuh  : “Sama siapa?”
Cak Badrun  : “Dengan Ning Minah Putrinya H. Syamsul”
Kyai Sepuh  : “Iya, saya doakan semoga kalian menjadi keluarga sakinah mawaddah wa rahmah dan mendapat ilmu yang manfaat dan barokah”
Cak Badrun  : “Amin..”
Selesai Cak Badrun kini giliran Cak Jahlun
Kyai Sepuh  : “Kalau sampeyan ada perlu apa cak?”
Cak Jahlun   : “Saya sama dengan Badrun Kyai, mau nikah juga”
Kyai Sepuh  : (agak kaget) “Alhamdulillah.. (ternyata ada juga yang mau sama Cak Jahlun). Kapan Cak?”
Cak Jahlun   : “Tanggal 8 Maret Kyai, Cuma….”
Kyai Sepuh  : “Cuma kenapa Cak?”
Cak Jahlun   : “Anu kyai… saya kan yatim piatu…”
Belum selesai cak jahlun bicara, kyai sepuh langsung memotong pembicaraan santrinya dengan rasa iba
Kyai Sepuh  : “Sampeyan tidak usah sedih cak, sampeyan sudah saya anggap seperti anak saya sendiri. Saya yang akan menjadi keluarga sampeyan dan kalau perlu acaranya kita adakan di pondok”
Cak Jahlun   : “Terima kasih kyai, tapi anu…”
Kyai Sepuh  : “Anu apa lagi cak??”
Cak Jahlun   : “Calon mempelai wanitanya belum ada”
Kyai Sepuh  : “c!@#$%^&*()(*&^%” (F@R)

Belajar Mengaji Qof dan Kaf

Cak Jahlun adalah santri yang bodoh bahkan mungkin super bodoh. Banyak sekali pelajaran yang tidak bisa dikuasainya. Akhirnya beberapa guru dan ustadz “menyerah” jika harus menangani Cak Jahlun. Bahkan khusus pelajaran mengaji al-Quran, Cak Jahlun dibina langsung oleh Bapak Kyai. Walaupun Bapak Kyai terkenal sabar dan telaten, namun kadang juga harus terusik emosinya karena super duper bodohnya Cak Jahlun.

Jika bagi santri lain belajar membaca surat al-Fatihah sehari-dua hari sudah bisa tapi tidak bagi cak jahlun, ia membutuhkan waktu beberapa minggu untuk belajar surat yang menurut banyak orang paling gampang tersebut.

Pada suatu hari Cak Jahlun mengaji di hadapan Bapak Kyai.

Cak Jahlun      : (terbata-bata) “Ihdinas shirootol mus-ta-kiim“

Kyai                 : “Salah Mustaqiim..”

Cak Jahlun      : “Musta-kiiim”

Kyai                 : “Mustaqiim..”

Cak Jahlun      : “Mushta-kiiim”

Kyai                 : “Mustaqiim. Qiim. Pakai Qof bukan Kaf Cak!”

Cak Jahlun      : “Mustakiiim..”

Karena Cak Jahlun tidak bisa-bisa mengucapkan makhraj dengan benar, akhirnya Bapak Kyai agak berang. Dipukulnya cak jahlun dengan tongkat rotan yang dipegang beliau. “Pleeesh”

Cak Jahlun     : “Ampun Saqit.. Saqit Paq Qyai… !”

Kyai                : “Alhamdulillah…” (F@R)

Lasykar Jamaah bersama Cak Jahlun


Suatu hari Cak Jahlun menjadi Lasykar Jamaah. Tugasnya adalah mengatur barisan sholat berjamaah, menegur santri yang tidur ketika wiridan, dan memberikan sanksi bagi santri yang telat dan tidak berbaju putih. Ketika sedang menjalankan tugasnya, mata Cak Jahlun tertuju pada santri yang berbaju kotak-kotak di tengah masjid. Dihampirinya santri tersebut. Dengan suara agak dibuat lebih garang ia berkata: “Hei ayo berdiri..” namun si santri yang dituju tidak bergeming dari tempat duduknya. Sekali lagi Cak Jahlun berkata: “Hei kamu yang berbaju kotak-kotak cepet berdiri..” Lagi-lagi ucapan Cak Jahlun tidak dihiraukan. Tampaknya si santri yang dituju tampak khusyuk wiridan. Melihat hal itu Cak Jahlun menjadi agak emosi. Dijewernya si santri berbaju kotak tersebut dan menariknya hingga berdiri. Setelah si santri tersebut berdiri alangkah kagetnya Cak Jahlun ternyata si santri tersebut postur tubuhnya lebih tinggi darinya. Belum hilang kaget Cak Jahlun, tiba-tiba tulang sendi Cak Jahlun menjadi kaku karena ternyata si santri yang ia jewer dan berdiri di hadapannya itu tak lain gurunya sendiri, USTAD HALIM…….. (F@R)

Nasehat Hadratusyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari(1) “Bersatulah Umat Islam Indonesia”

Mutaakhir ini, umat Islam mudah sekali terprovokasi dengan banyak isu yang tak penting. Karuan saja menjadi santapan ‘lezat’ bagi mereka yang senang melihat umat Islam tercerai berai. Sebagaimana kita saksikan bersama di jagat maya. Menunjukan betapa keroposnya rasa persatuan dan kesatuan sesama umat Islam. Begitupun dengan para elite pejabat negara dan ulama yang makin hari berjalan sendiri-sendiri. Umat Islam dikalangan bawah pun makin kehilangan rasa kedaiman dan kesejukan. Lantas, bagaiamana membangun masa depan Islam yang berkemajuan dan berperdaban di masa depan?

Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari, Bapak Umat Islam Indonesia, jauh-jauh hari sudah memberikan nasehat yang baik dan masih relevan untuk di jalankan, yakni; Jagalah persatuan dan kesatuan kita, karena orang lain juga memperkokoh persatuan mereka. Kadang-kadang suatu kebathilan mencapai kemenangan disebabkan mereka bersatu dan terorganisasi. Sebaliknya kadang-kadang yang benar menjadi lemah dan terkalahkan lantaran bercerai-berai dan saling bersengketa.

Pesan Pendiri NU itu lantas di sebarkan ke sejumlah pemimpin pesantren. Tak butuh lama, pesan tersebut pun tersebar luas. Sebagai tokoh yang memiliki kharisma dan menjadi panutan umat pesan Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari pun mampu menghimpun kekuatan di kalangan masyarakat.

Demi kemajuan bangsa dan umat Islam Indonesia khususnya di masa depan terus berkarya penting di wujudkan. Kesemua itu tidak akan terwujud jika perselisihan dan perbedaan pendapat yang tak bermutu terus digaungkan. Maka hanya akan menimbulkan kegaduhan semata. Perpecahan secara perlahan-lahan pun terjadi. Padahal menjaga rasa persatuan dan kesatuan amatlah penting. Segala keegoisan, ketamakan, kerakusan, dan lainnya akan terus merongrongnya. Sebagai orang yang mengagungkan beliau sudah selayaknya, nasehat para tokoh kita seperti Kiai Hasyim Asy’ari ini, diikuti dan dijalankan. (Ahmad Faozan, disarikan dari: Buku “Kiyai Haji Hasyim Asy’ari”, karya Heru Soekardi, cet. Department pendidikan Dan kebudayaan pusat penelitian sejarah Dan budaya proyek inventaris Dan dokumentasi 1977/1920; Hal 92-93)

Do'a K.H. Hasyim Asy'ari untuk para Ulama' agar Bangun dari Tidurnya

Cerita Inpiratif untuk kita semua, dari Gus Zakky, Pengasuh Pesantren AL-Masruriyah Tebuireng.
mbah hasyim tebuireng

Suatu ketika Hadratus Syaikh KH. M. Hasyim Asy'ari pernah berdoa entah sebelum NU berdiri atau sebelum kemerdekaan " Allahumma Aiqyd Qulubal Ulama Min Naumi Ghaflatihim Al Amiq " yang maksudnya begini > Ya Allah, kuatkan hati para Ulama dari tidur yang membuat mereka terlupa dan terlena <. Tidur disini, bukan bermakna tidur dhohiriyah. Tapi tidur bathiniyah seolah-olah mereka tidak melihat atau terlena.
Konon saat itu banyak ulama yang asyik dengan ngopeni santri dan pondoknya sehingga saking asyiknya sampai lupa kepada keadaan masyarakat sekitarnya yang tertindas oleh penjajahan, kebodohan dsb.
Maka kiai-kiai, gus-gus, ustadz dan Nahdliyin yang sekarang asyik dengan keadaan dirinya, dihormati banyak orang, disowani banyak orang, dipanggil oleh doa tersebut untuk membenahi lingkungan kita, menguatkan ajaran para pendiri Nahdlatul Ulama dan guru-guru kita.
Untuk para Nahdliyin Al Fatihah.

Thursday, November 12, 2015

Dialog yang mengesankan antara Mbah K.H. Cholil Bangkalan Madura dan K.H. Hasyim Asy'ari Tebuireng


Amin Nur bersama Muhammad Alwi Z dan 5 lainnya.
Dialog yang mengesankan…
“Dulu saya memang mengajar Tuan. Tapi hari ini, saya nyatakan bahwa saya adalah murid Tuan,” kata Mbah Cholil, begitu kyai sepuh dari Bangkalan Madura ini populer dipanggil.
Kyai Hasyim menjawab, “Sungguh saya tidak menduga kalau Tuan Guru akan mengucapkan kata-kata yang demikian. Tidakkah Tuan Guru salah raba berguru pada saya, seorang murid Tuan sendiri, murid Tuan Guru dulu, dan juga sekarang. Bahkan, akan tetap menjadi murid Tuan Guru selama-lamanya.” Tanpa merasa tersanjung.
Mbah Cholil tetap bersikeras dengan niatnya. “Keputusan dan kepastian hati kami sudah tetap, tiada dapat ditawar dan diubah lagi, bahwa kami akan turut belajar di sini, menampung ilmu-ilmu Tuan, dan berguru kepada Tuan,” kata beliau .
Karena sudah hafal dengan watak sang guru , Kyai Hasyim Asy'ari tidak bisa berbuat lain selain menerima Mbah Cholil sebagai santri.
Lucunya, ketika turun dari masjid usai shalat berjamaah, keduanya berlomba cepat menuju tempat sandal, bahkan kadang saling mendahului, karena hendak memasangkan sandal ke kaki gurunya.
Sesungguhnya, bisa saja terjadi seorang murid akhirnya lebih banyak ilmunya- ketimbang gurunya. Dan itu banyak terjadi. Namun, yang ditunjukkan Kyai Hasyim juga Kyai Cholil adalah kemuliaan akhlak.
Keduanya menunjukkan kerendahan hati dan saling menghormati, dua hal yang sekarang semakin sulit ditemukan.…
----—----------------—--------------------
"Seorang alim tetap menjadi alim selama ia terus belajar, saat ia mulai meninggalkan ilmu dan ia mengira bahwa ia sudah mumpuni, sebenarnya ia telah menjadi lebih bodoh dari sebelumnya."
- Said bin Jubair-
(Kitab Ayyuhal Walad Imam al-Gazali).
-----------------------------------------------
‪#‎Kira‬-kira seperti inilah gambaran sosok foto / gambar KH. Muhammad Kholil bin Abdul Latif.
Sementara foto-foto yang sudah beredar di masyarakat atau di internet adalah bukan foto dari sosok KH. Muhammad Kholil bin Abdul Latif, tapi melainkan foto Kyai yang kebetulan namanya sama yaitu Kyai Kholil juga dan tempat tinggalnya sama yaitu sama-sama di bangkalan madura jawa timur.
Wallahu a'lam …